Setahun sudah aku tidak kembali ke desa,yang berati sudah setahun pula engkau pergi meninggalkan kami.Kepergianmu tanpa kata terakhir atau sebuah pesan yang dapat
kami kenang saat terakhir kita masih bercerita di beranda rumah tua.Teramat mengejutkan dan begitu memilukan bagi kami anak-anakmu.Aapalagi bunda pendamping hidupmu selama ini,
Kini dia sendiri menapak hari menelusuri sisa sisa usia yang telah diambang senja.
Ayang di senja itu kala mentari hampir tenggelam kami antar dirimu dengan
untaian doa,sebaris firmannya mengiringi usungan keranda.Daun-daun bisu,gugur satu demi satu
seakan turut meratapi lambaian akhir darimu.Engkau lihatkah lagi semua itu ayah?
Ayah,tubuhmu yang kaku bisu,seakan menyimpan sejuta pesan dan kesan juga harapan.Tapi tidak terungkap nyata dengan kata kata yang terkubur dlam perpisahan.
Kupandangi wajah ibu yang penuh keletihan sebab seharian menguras air mata.Kutatap wajah wajah
semua keluarga yang turut merasa terluka sepeninggalmu. Biarlah engkau disini,di temani siraman bunga dibawah rindangnya pohon karet.Tubuhmu dilindungi oleh gundukan tanah merah.
biarlah tubuhmu terbaring tntram di peti abadi dengan tenang menghadap rabbul jalil di alam barzah.satu keyakinan terpatri di hati di hati bahwa suatu saat yang tiada terhindari,aku juga menghadap padanya.kita kan bertemu dalam alam yang baru.
Namun ayah,ketabahan ini tidak dapat ku genggam di setiap langkah hidupku karena saat saat genting jalanku terbentung pada tebing nan terjal.
sering di ujung malam aku merwenung menggenggam pena dan menggores diary tua sebagai tumpahan hati yang lara.Kegagalan selalu melilit asa dan nyaliku,Aku terhempas dalam tangis duka.Aku ingi terbang bagai
kepak elang di malam sepi jauh dan makin menjauh ke alam khayalan.
Sebenarnya aku tak mau larut dalam kepiluan yang menambah kelam hidup ini,namun tiap kali aku menghindar dari belenggu masa lalu itu,ternyata belum sepenuhnya pikiran realis tertanam dalam jiwa yang masih rapuh ini.Bagiku terlalu dini engkau pergi engkau lepas anak-anakmu untuk mandiri mencari arti hidup dan menapak hari-hari penuh kepahitan.Sekali lagi ayah,wajah bunda yang paling perih kubayangkan,jarak yang membentang memisahkan diriku dengannya hingga tiap detik keluh kesahnya tak terdengar olehku.Adakah dia dalam lindungannya setiap saat,ataukah tubuhnya kian rapuh dengan beban hidup di pundaknya.Terkadang aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya yang tidak mengindahkan hujan dan panas terik bekerja sepanjang hari.Ingin ku cegah,namun aku belum mampu memberi sesuatu padanya agar dia mau mengurangi ambisi yang merusak kesehatan pada dirinya.
Aku lelah tiap malam merenungi takdir yang mencabik-cabik sukma yang lara.Tetapi segalanya mendukung suasana untuk menimbulkan sejuta ilusi yang brangkali tak mungkin ku gapai.malam kian kelam,tak ada gemerlap bintang-bintang di langit hening terasa pekat mencekam pundak.Ada tanda tanda hujan kan turun,Daun-daun gemerisik di tiup bayu malam seiring gerimispun mulai turun.Kembali lagi ayah ,kenangan pedih mengusik lamunanku.di pagi buta itu,engkau hembuskan nafas terakhir,yang ada di rumah saat itu hanya aku dan bunda melepas kepergianmu yang tanpa sepatah kata pun.Sementara malamnya sebelum tidur,kita masih bercerita di Beranda.Engkau masih sehat tak ada tanda-tanda akan meninggalkan kami esok.
Ternyata kenyataan mengatak lain.Tuhan lah segala penentu jalan hidup manusia terlebih masalah umur yang tiada satu orangpun tahu bila ia lepas dari raga.Dalam suasana tak teduga malah disitulah kita melupakan dan terllena dengan umur yang sewaktu waktu dapat diambil oleh pemiliknya.Sehat secara fisik ternyata bukanlah pertanda nafas masih panjang.Itu hanya teori saja yang tertera dalam jangkauan manusia dan tidak mutlak kebenarannya.
Oh....Gaibnya kehdiupan ini,swmua berlangsung bagai mimpi saja.
Ayah....Setelah Izrail datang menjemputmu di pagi buta itu,dunia kurasakan diguncang badai yang tak dapat dilukiskan bagaimana dahsyat nya .Sekeliling ruangan rumah kita gelap gulita,engkau dan bunda masih di kamar menungguku mengambilkan lentera tuk menjelaskan mimpi yang masih tersamar.
Tapi aku tak kunjung muncul menemui kalian berdua.Entah Kemana Diriku melayang dibawa angin yang sesak itu.Tiba-tiba aku terjaga.Sudah ramai orang-orang menggotongmu keruang tengah,semua mereka masih dalam keadaan bingung dan sama seperti aku masih bermimpi dalam kenyataan.Rupanya tadi kata mereka aku jatuh di lantai begitu aku langkahkan kaki dan tak sadarkan diri.Aku shock betul menerima cobaan itu karna baru pertama kali aku betul-betul kehilangan orang yang aku cintai.Orang memberi suluh dalam hidupku mulai kulihat dunia fana ini.Kepergian itu pula tak akan kembali lagi yang semakin berderainya tangisku bila ingat semua itu.
Tuhan apakah gundahku ini pertanda masih tipisnya iman di dada atau pertanda aku terlalu mengagungkan ciptaanmu yang apabila ciptaan itu engkau ambil maka runtuhlah harapan yang pernah kutoreh dulu.Biarlah,
walau engkau membenci sikap itu aku pasrah terhadap penilaianmu.Yangpasti,orang yang paling kusayangi adalah Ayahbundaku.Salahkah bila aku meratap menangisi kepergiannya yang terlalu pagi bagiku.Disaat aku butuh kasih sayang,di saat hrapanku ingin dia lihat kebahagiaanku kala citaku sudah ku gapai.
Tak terasa setahun sudah kepergiannya berarti sudah setahun pula aku tinggalkan kampung halaman.Malam ini aku berencana akan pulang esok hari.Apapun yang terjadi,Aku harus pulang menyongsong Bunda yang sunyi tanpa teman.Kerinduan makin menyelubungi jiwaku terlebih karena ayah mungkin memanggilku untuk memberi siraman bunga di pusaranya yang abadi.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Thanks for Visiting Please come Again